Perang Dagang Lumpuhkan...
JAKARTA – Bagi para pelaku di seluruh aspek perdagangan China— mulai dari eksportir hingga pejabat pemerintah—, 40 hari terakhir telah menjadi perjalanan penuh gejolak.

Pasang surut perang tarif antara China dengan Amerika Serikat (AS)—eskalasi cepat bea impor pada April yang kemudian dibalikkan dengan pelonggaran tarif selama 90 hari pada Senin lalu—memang telah berakhir dengan “gencatan senjata” sementara, namun tidak semua wilayah berhasil melewati badai ini tanpa luka.

Sementara pelaku bisnis mencoba bangkit dan menghitung kerugian, salah satu provinsi terkaya di China terkena dampak paling parah setelah selama bertahun-tahun diuntungkan oleh hubungan perdagangan yang erat dengan AS.

Zhejiang—pusat kekuatan ekonomi pesisir dan eksportir terbesar kedua negara itu ke AS—sangat menderita akibat tarif tinggi yang diberlakukan oleh Presiden AS Donald Trump terhadap barang-barang China pada awal April.

Baca Juga: AS dan China Sepakat Hentikan Gencatan Perang Dagang selama 90 Hari

Mengutip dari South China Morning Post, Sabtu (17/5/2025), luka-luka ini bisa saja bertahan lama, bahkan jika tarif kini sudah tidak lagi berada di tingkat tiga digit seperti sebelum pejabat China dan AS menyelesaikan pembicaraan perdagangan di Swiss.

Ada kecemasan yang meluas ketika provinsi ini terguncang oleh dampak perang dagang, yang oleh beberapa pengamat disebut sebagai “uji stres ekstrem.”